Minggu, 29 Desember 2013

Pergaulan Bebas Pada Remaja di Era Globalisasi



Oleh Dwi Okta Pristiwanti
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Karya ilmiah ini berisi tentang Pergaulan Bebas Pada Remaja di Era Globalisasi. Penjelasan tentang remaja, dan pergaulan bebas pada era globalisasi. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual. Seiring berkembangnya zaman, pergaulan yang makin bebas memberikan rasa khawatir tersendiri bagi tiap orang tua yang memiliki anak usia remaja. Seks bebas dan kemungkinan untuk tertular penyakit seksual besar kemungkinan dapat terjadi. Akan tetapi, di balik itu semua ada penyebab anak melakukan tidakan tersebut. Tanpa orang tua sadari, memaksakan keinginan kepada anak akan menjadikan mereka “liar” di luar sana. Meski orang tua tidak menyadari itu semua, akan tetapi hal ini terbukti dari sebuah studi yang telah dilakukan bahwa anak usia 16 tahun telah berhubungan seksual secara aktif.
Keywords : psikologi, remaja, pergaulan bebas, globalisasi, seks bebas.

1.    Pendahuluan
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode eksperimen (coba-coba) walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tua.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman (1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari segala sesuatu yang ada.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, remaja harus diselamatkan dari pergaulan bebas. Karena, globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing masuk. Sementara kebanyakan tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Penyalahgunaan teknologi dan pergaulanlah yang mengawali adanya pergaulan bebas di kalangan remaja, saat ini media yang sering digunakan untuk mendapatkan semua hal tentang pergaulan bebas adalah internet. Karena, internet itu memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai informasi dari dalam dan luar negeri, gambar-gambar porno dan artikel-artikel yang menyesatkan tentang seks dengan mudah dapat diakses oleh para remaja kita. Pergaulan bebas menjadi kambing hitam bagi tingginya angka kehamilan remaja. Gaya hidup remaja kota terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas ini.
2.    Perkembangan Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan maslah-masalah. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami psikososial, yakni masalah psikis atau masalah kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.
 Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi. Menurut Andi Mappiare (1982:32) dimensi-dimensi tersebut antara lain: (1) Dimensi Biologis terjadi pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. (2) Dimensi Kognitif terjadi pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Dan semestinya seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikira abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik. (3) Dimensi Moral Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selamaini tanpa bantahan.  Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. (4) Dimensi Psikologis, masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat meski suasana hati remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikoligis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja pada remaja mengalami hal yang dramastis dalam kesadaran diri mereka. Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik diri mereka sendiri.   
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga sering kali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan yang tidak baikpun sering dilakukan, sebagian karena mereka tidak sadar dan belum bisa memperhitungkan akibat jangka pendek dan jangka panjang.

3.    Terjadinya Penyimpangan Seks Pada Remaja
Telah kita ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan. Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada yang bersikap terpuji. benar agar kita tidak terjerumus ke pergaulan bebas yang menyesatkan. Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri.
Menurut Monks (1982:275) percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama, misalnya untuk kemah, atau saling tukar pengalaman, merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain. Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti misalnya mencuri, penganiayaan dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal.
Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut. Menurut Winarno Surakhmad (1980:60) para remaja dibolehkan bergaul akrab dengan sesama remaja dari jenis kelamin lain tetapi dituntut satu penghargaan diri dan menjaga kehormatan diri untuk tetap hidup sebagai perawan atau bujang. Cara hidup yang diminta dalam bidang ini adalah kematangan heteroseksualitas di dalam arti sosial-psikologis.
Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS. Dari data pemerintah menyebutkan bahwa sekitar 39% masyarakat indonesia mengidap AIDS.

4.    Beberapa Penyebab Rentannanya Remaja Terhadap HIV/AID
Menurut Sri Rumini (2004:63) perkembangan manusia berjalan secara kontinyu dan tidak secara serempak, tetapi bagian yang satu dan yang lain dapat pula terjadi secara bersamaan atau hampir bersamaan. Pertumbuhan perkembangan itu mempunyai irama dan waktu yang relatif berbeda antara individu satu dengan lainnya.
Masa remaja awal sering disebut masa puber atau pubertas. Pubertas dari bahasa Latin yang artinya menjadi dewasa. Dapat diartikan pula bahwa pubertas dari kata pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan  yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan perkembangan seksual. Remaja diharapkan dapat menjaga pergaulan agar tidak mudah terjerumus dalam pergaulan bebas yang nantinya akan berakibat menderita penyakit menular HIV/AID. Dibawah ini menurut Andi Mappiare (1982:53) beberapa penyebab remaja rentan terhadap HIV/AID yaitu: (1) Kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum muda. Kurangnya informasi ini disebabkan adanya nilai-nilai agama, budaya, moralitas dan lainlain, sehingga remaja seringkali tidak memperoleh informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang sesungguhnya dapat membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan HIV/AIDS. (2) Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual. Kondisi ini mendorong remaja untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru, termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba. (3) Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks, alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau elektronik. (4) Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk membuktikan bahwa mereka adalah jantan. (5) Resiko HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode inkubasi yang panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat. (6) Informasi mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di kalangan remaja. Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai HIV/AIDS.

5.    Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja
Menurut seorang ahli, Dr. Raditya, ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks di kalangan remaja, yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Di Amerika, setiap tahunnya hampir satu juta remaja perempuan menjadi hamil dan sebanyak 3,7 juta kasus baru infeksi penyakita kelamin diderita oleh remaja. Kehamilan di usia remaja bahkan sudah terbukti dapat memberikan resiko terhadap ibu dan janinnya. Resiko tersebut adalah disproporsi (ketidak sesuaian ukuran) janin, pendarahan, cacat bawaan janin, dan lain-lain. Bagi remaja laki-laki masalah juga timbul karena ketidaksiapan mental dan tanggung jawab mereka sebagai ayah. Selain hamil, timbulnya penyakit menular seksual pada remaja juga perlu dicermati. Penyakit tersebut ditularkan oleh perilaku seks yang tidak aman atau tidak sehat. Misalnya, remaja yang sering berganti-ganti pasangan atau berhubungan dengan pasangan yang menderita penyakit kelamin. Penyakit menular seksual yang menyerang usia remaja dapat mengakibatkan penyakit kronis dan gangguan kesuburan di masa mendatang.

6.    Kesimpulan
Tingginya angka pergaulan bebas dikalangan para remaja sesungguhnya sebuah petaka bagi Negara ini. Di Indonesia, para remaja yang menjadi korban pergaulan bebas atau salah pergaulan dikalangan remaja Indonesia dapat kita cegah dan kita tekan. Karena rusaknya moral para remaja dapat merusak Negara ini.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman (1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari segala sesuatu yang ada.
Menurut Monks (1982:275) percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama, misalnya untuk kemah, atau saling tukar pengalaman, merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain. Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti misalnya mencuri, penganiayaan dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal.
Pergaulan bebas menjadi kambing hitam bagi tingginya angka kehamialn remaja. Gaya hidup remaja kota terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas ini. Secara fisiologis, alat-alat reproduksi mereka sudah optimal. Di sisi lain, usia remaja mempunyai sifat ingin tahu yang sangat besar. Termasuk pengetahuan tentang seks. Internet, televisi, majalah, dan bentuk-bentuk media lain menjadi “guru seks” para remaja. Oleh karena itu, pentingnya ajaran konsep pacaran dari kedua orang tua kepada anak remaja dapat meminimalisir resiko pergaulan seks bebas pada usia dini.

Daftar Pustaka
Mappiare, Andi. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Rumini, Sri. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaeman, Dadang. (1995). Psikologi Remaja. Bandung: Mandar Maju.
Surakhmad, Winarno. (1980). Psikologi Pemuda. Bandung: Jemmars Bandung.

2 komentar: