Senin, 30 Desember 2013

Menelisik Pengaruh Penggunaan Aplikasi Gadget Terhadap Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini



Menelisik Pengaruh Penggunaan Aplikasi Gadget Terhadap Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini

Oleh Octaviani Hidayahti Maulida
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
octavianihm@gmail.com

Abstrak

Gadget merupakan alat komunikasi berukuran mini dengan banyak kegunaan yang dapat diperoleh di dalamnya. Kemudahan dalam mengakses berbagai informasi dan hiburan telah tersaji dalam bentuk online maupun offline. Sebenarnya, gadget ditunjukkan untuk orang-orang yang memiliki kepentingan dalam hal bisnis, kuliah atau kantor. Namun penggunaan gadget seringkali disalahgunakan oleh sebagian pihak, seperti orang tua yang secara instan memberikan fasilitas gadget untuk sekedar dijadikan mainan bagi anak yang masih berusia dini. Jika orang tua membiarkan anak secara terus menerus menggunakan aplikasi gadget yang akan menjadikan anak usia dini tersebut menjadi sulit berkonsentrasi dalam belajar, malas menulis, malas membaca buku dan mengalami penurunan kualitas si anak dalam bersosialisasi. Belum lagi, gadget menimbulkan banyak dampak negatif jika dalam penggunaannya dilakukan secara terus menerus, salah satunya seperti penyakit gangguan kejiwaan. Masih banyak masalah lain yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yang dilakukan secara kontinyu. Perlu gerakan baru yang dilakukan para orang tua atau lembaga pendidikan anak usia dini dalam mendidik anak usia dini baik melakukan pendekatan yang dilakukan secara internal maupun eksternal dengan meningkatkan media atau permainan secara kreatif yang dapat menjadikan perkembangan psikologis anak usia dini berkembang dengan sempurna.

Kata Kunci: anak usia dini; gadget; media; orang tua; perkembangan psikologis.

1. Pendahuluan                                    

Semakin beragamnya jenis gadget yang diproduksi oleh berbagai perusahaan besar dengan suguhan aplikasi-aplikasi yang canggih dalam menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial, informasi gaya hidup, hobi, hingga hiburan yang disajikan secara online maupun offline kini sukses menarik banyak perhatian masyarakat. Gadget adalah suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna yang umumnya diberikan terhadap suatu yang baru. Gadget dianggap dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibandingkan teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya (id.wikipedia.org, 2013). 

Tentunya barang canggih ini bukan hanya sekedar dijadikan media hiburan semata, dilihat dari segi harga yang tak bisa dibilang murah dan berbagai aplikasi yang semakin canggih di dalamnya membuat gadget terkesan wajib digunakan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dalam hal bisnis atau pengerjaan tugas kuliah dan kantor. Namun faktanya, gadget tidak hanya beredar di kalangan remaja (usia 12-21 tahun) dan dewasa atau lanjut usia (usia 22-ke atas), tetapi juga beredar di kalangan usia anak-anak (usia 7-11 tahun) bahkan ironisnya lagi gadget bukan barang asing untuk anak usia dini (usia 3-6 tahun) yang belum layak menggunakan gadget (lihat batasan usia di: id.wikipedia.org, 2013).

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang ditunjukkan untuk anak usia 3 sampai dengan 6 tahun (PP No. 27/1990 Pasal 6). Namun, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dilaksanakan sebelum jenjang pendidikan dasar (Ulfiani Rahman, 2009 : 48). Pendidikan yang mengutamakan peningkatkan kecerdasan motorik, kecerdasan berpikir, kecerdasan emosi, bahasa serta komunikasi ini menunjukkan bahwa anak usia dini adalah asset masa depan suatu bangsa yang harus di perhatikan dalam setiap tahap masa perkembangannya.

Tetapi telah banyak sisi negatif yang ditimbulkan dari penggunaan aplikasi gadget secara kontinyu bagi anak usia dini. Salah satunya, contoh fakta yang disaji bedasarkan hasil riset Statista mengemukakan bahwa: sebanyak 17% anak berusia di bawah 8 tahun di Amerika Serikat (AS) menggunakan komputer, tablet atau smartphone setiap hari, angka ini merupakan satu per tiga dari jumlah anak yang menghabiskan aktivitas sehari-harinya dengan membaca buku oleh orang tuanya (okezone.com, 2013). Kasus tersebut kurang lebih mengungkap bahwa kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua serta kurangnya efektifitas taman belajar (sarana pendidikan) menjadi penyebab minimnya ketertarikan anak usia dini mengenal lingkungan sekitar secara alami.

Belanjut dengan kasus kedua yang dilansir oleh huffingtonpost tentang riset yang dilakukan sebuah organisasi nirlaba Joan Ganz Cooney Center dan Sesame Workshop melaporkan: 23% orang tua yang memiliki anak berusia 0-5 tahun mengaku bahwa anak-anak mereka gemar menggunakan internet, sedangkan dari 82% orang tua melaporkan bahwa balita mereka online setidaknya sekali dalam seminggu (vemale.com, 2013). Keadaan yang memprihatinkan, ketika hasil riset tersebut menyatakan bahwa riset yang telah dilakukan menghasilkan angka persentase yang tergolong cukup besar. Lalu jika setiap anak usia dini mulai dan bahkan sudah terbiasa dengan hal-hal yang bersifat maya, maka secara otomatis kecerdasan yang seharusnya dapat berkembang di masa emasnya akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dikembangkan sebagaimana semestinya.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut, terdapat beberapa bahasan yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah dalam karya ilmiah ini, yaitu: (1) perkembangan anak dimasa usia dini adalah masa emas (golden age), namun terjadi ketidaksesuaian dalam masa perkembangan psikologis anak usia dini karena penggunaan aplikasi gadget; (2) pengaruh penggunaan gadget dalam perkembangan psikologis anak usia dini.

Dengan telah terjadinya berbagai kasus karena penggunaan gadget yang tidak efesien pada anak usia dini dan menimbulkan banyak kesenjangan dalam perkembangan psikologisnya, maka banyak hal yang harus lebih diperhatikan dan tentunya melibatkan banyak pihak atau media yang dapat mendukung perkembangan psikologis anak usia dini yang sesuai dengan proses perkembangan masanya.

2. Gadget dan Anak Usia Dini

Dewasa ini perkembangan gadget semakin merajalela. Bentuk gadget yang semakin tipis dan menarik serta aplikasinya yang beragam memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai informasi dari semua aspek kehidupan. 

Di era teknologi yang canggih ini, gadget membuat setiap orang tua berpikir “instan” dalam mendidik anaknya. Sehingga di masa sekarang, bukan hal yang aneh lagi apabila ada orang tua yang menyediakan fasilitas berupa gadget untuk anaknya yang masih berusia dini atau masih dalam usia emas (golden age). Gadget memang memudahkan setiap orang dalam mengakses segala infomasi, tetapi bagaimana ketika gadget digunakan anak usia dini yang seharusnya bermain dengan teman sebayanya, bersosialisasi dengan lingkungan tempat tinggalnya, mengeksplor dirinya, dan berpikir kreatif dalam menyikapi masalah.

Karena keunggulan aplikasi gadget, maka gadget lebih pantas digunakan untuk mengembangkan suatu pikiran, ide, usaha dan gaya hidup remaja atau orang dewasa atau orang yang memiliki kepentingan khusus dalam penggunaan gadget. Bukan hanya sekedar dijadikan sebagai media hiburan, untuk nge-games atau menonton suatu acara secara online (menggunakan aplikasi televisi online atau youtube) untuk anak usia dini.

Kemudahan pengoperasian gadget dan aplikasi yang terdapat di dalamnya baik online maupun offline, baik berupa games atau situs web telah memberikan keluasan pada anak usia dini secara bebas dalam memperoleh berbagai hal yang seharusnya belum pantas mereka peroleh di usianya.

Ulfiani Rahman (2009) menjelaskan tentang teori karakteristik perkembangan anak usia dini sebagai berikut:

Pertama, perkembangan fisik-motorik, perkembangan fisik setiap anak usia dini berbeda, ada yang lebih cepat berkembang dan ada juga yang lambat perkembangan dalam segi ukuran tinggi badan, berat badan dan lain-lain. Anak usia dini dalam masa perkembangan motorik kasar berupa melakukan berbagai gerakan sederhana berupa berjingkrak, melompat, dan berlari. Sedangkan dalam perkembangan motorik halus, anak usia dini menonjolkan kemampuan dalam menyusun, menempatkan, memegang benda-benda, memadukan anggota tubuh dalam bergerak;

Kedua, perkembangan Kognitif, bagian kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan gerak kehendak serta perasaan. Jiwanya membentuk mental yang kuat, dapat meniru tindakan orang lain, mulai pandai bercakap dan menyelesaikan masalah dengan menggabungkan secara mental skema yang telah diperolehnya, sudah memahami masalah yang ada namun belum bisa paham jika ada perbedaan pendapat dengan orang lain;

Ketiga, perkembangan sosio-emosional, perilaku anak yang berupa sikap empati dan kepribadian dibentuk oleh kombinasi antara bawaan jiwa dan pola asuh anak tersebut. Sikap yang ditonjolkan biasanya berupa bermain atau berinteraksi dengan teman sebayanya meskipun dalam proses bertahap anak usia dini akan dengan sendirinya beraktivitas sendiri karena cenderung lebih mudah bosan melakukan hal yang sama secara kontinyu, bercakap, marah, cemburu dengan barang yang dimiliki orang lain, memahami perbedaan dan ingin terlibat dalam persahabatan, dan lain sebagainya;

Keempat, perkembangan Bahasa, perkembangan ini dimulai dari awal kehidupan anak lahir maka perkembangannya jelas berbeda. Ada anak yang  memiliki kemampuan bercakap dengan baik dan ada yang rendah. Seorang anak mengeluarkan suara atau irama secara teratur dari awal usia 0-1 tahun, berlanjut dengan mengucapkan satu kata, lalu kalimat dan terus meningkat seiring perkembangan masa usianya hingga di usia tujuh tahun bisa bercakap dengan baik.

Menurut para pakar pendidikan, sebaiknya juga seorang anak dikenalkan pada fungsi dan cara menggunakan gadget saat berusia enam tahun. Karena di usia tersebut perkembangan otak anak meningkat hingga 95% dari otak orang dewasa. Sebab, jika mengenalkan gadget di bawah usia enam tahun,  anak lebih banyak untuk bermain karena anak tertarik dengan visual (gambar) dan suara yang beragam yang terdapat pada gadget. Namun menurut sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2004 dipublikasikan oleh jurnal Pediatrics, anak-anak yang menonton televisi saat usia mereka 1 sampai 3 tahun mengalami penurunan perhatian saat usia mereka tujuh tahun (pakarparenting.com, 2013).

Anak usia dini memiliki potensi besar dalam mengembangkan segala potensi yang ada di dalam dirinya. Bercakap, bersosialisasi, mengenal lingkungan, menunjukkan kemampuan dirinya, memahami suatu masalah lalu dengan alami menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan pola pikir anak seusianya yang memiliki cara pandang tersendiri meskipun masih sulit menerima dan memahami masalah apa yang sesungguhnya sedang ia pecahkan. 

Di masa usia emas ini banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh para orang tua dan pembimbing di taman belajar untuk terus meningkatkan kreativitas anak usia dini agar terus berkembang dan lebih baik agar siap dalam perkembangannya di masa-masa berikutnya.

3. Pengaruh Penggunaan Gadget Secara Kontinyu Terhadap Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini

Gadget membawa banyak perubahan dalam pola kehidupan, pola pikir, dan perilaku setiap orang. Jika pada sebelumnya gadget belum gencar dikalangan masyarakat, perilaku masyarakat kita cenderung tidak “neko-neko” dalam pola hidupnya. Setelah gadget merambah luas, kini dapat dilihat perbedaan yang begitu kontras dengan masa sebelumnya. Masa sekarang, lebih banyak orang yang merasa segalanya mudah dengan hadirnya gadget. Gadget memang memudahkan setiap orang yang memiliki kepentingan dalam dunia karir dan bisnis.

Dengan hadirnya banyak aplikasi free chatting  seperti blackberry messanger, whatsapp, line, kakao talk, we-chat, dan lain sebagainya yang memudahkan kita dalam berkomunikasi dengan rekan bisnis atau rekan kerja yang memiliki gadget dengan fasilitas yang sama. Ditambah dengan program social media dan toko online seperti facebook, kaskus, twitter, plurk, tokobagus.com, berniaga.com, dan lain sebagainya yang memudahkan setiap orang dalam mengakses update gaya hidup dengan mudah, menarik dan cepat. Masih banyak lagi kemudahan yang dapat diperoleh dari penggunaan aplikasi gadget.

Namun tanpa disadari, seseorang yang sering menggunakan gadgetnya secara terus menerus dan berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dalam bermasyarakat. Contohnya seperti: (1) kurangnya rasa empati terhadap orang lain di sekelilingnya (menjadi lebih individualistis); (2) lebih sering menggunakan gadget sebagai alat komunikasi dibanding berkumpul dan “ngobrol” langsung dengan orang lain; (3) menjadi generasi berdzikir, yaitu pandangan mata yang terus menunduk ke bawah sibuk dengan gadget tanpa melakukan aktivitas atau interaksi dengan manusia lainnya; (4) dan lain sebagainya.

Contoh-contoh kesenjangan sosial yang telah terjadi bukan menjadi omong kosong belaka, tetapi diiringi dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Tim Jakarta International School (2012) bahwa: “ketika di kelas, saat disuruh menulis oleh guru, siswa sering tidak bisa mengeja kata-kata dengan tepat karena telah terbiasa dengan singkatan-singkatan saat berdialog dengan teman sebayanya di dunia maya. Kualitas kemampuan verbal para siswa menjadi sangat berkurang. Ketergantungan gadget mempengaruhi konsentrasi para siswa saat mengerjakan tugas yang guru berikan. Perhatian mereka pada saat jam belajar malah beralih ke ponsel atau blackberrynya membuat siswa menjadi orang yang pasif di kelas” (analisadaily.com, 2013).

Kasus tersebut terjadi pada kalangan remaja. Ternyata terdapat juga contoh kasus yang disebabkan oleh salahnya penggunaan aplikasi gadget yang terjadi dikalangan anak-anak, utamanya dalam menggunakan aplikasi jejaring sosial dan website dewasa sebagai berikut: dikutip dalam sebuah koran harian Jakarta mengenai telah terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang bocah kelas 5 SD kepada teman sebayanya. Setelah ditelusuri secara lengkap, diketahui bahwa motif kegiatan kriminalitas ini didasarkan pelaku sering menonton video porno yang diakses dengan mudah melalui gadgetnya. Hal tersebut terjadi sebelum Telkom dan Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) gencar dalam melakukan pemblokiran situs porno. Setelah sebelumnya pemerintah telah berupaya memblokir situs porno yang digagalkan para remaja dengan menemukan cara mengakses situs porno melalui bantuan DNS 8.8.8.8 atau biasa disebut DNS google, Proxy, VPN, dan lain sebagainya (Syifa Ameliola & Hanggara Dwiyudha Nugraha, 2013 : 366).

Berikut tanda-tanda anak usia dini kecanduan gadget: (1) Kehilangan keinginan untuk beraktivitas; (2) Berbicara tentang teknologi secara terus menerus; (3) Cenderung sering membantah suatu perintah jika itu menghalangi dirinya mengakses gadget; (4) Sensitif atau gampang tersinggung, karena gadget menyebabkan mood yang mudah berubah; (5) Egois, sulit berbagi waktu dalam penggunaan gadget dengan orang lain; (6) Sering berbohong karena sudah tidak bisa lepas dengan gadgetnya, dengan kata lain anak akan mencari cara apapun agar tetap bisa menggunakan gadgetnya walaupun hingga mengganggu waktu tidurnya.

Para pecandu gadget sering kali hanya mengembangkan bagian otak kirinya sementara otak kanan tidak berkembang. Padahal otak kanan berhubungan dengan daya ingat dan perhatian. 15 % kasus otak yang gagal berkembang diyakini sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya demensia usia dini” (Majalah Kartini No.2357. 19/09-03/10/13).

Ketika seorang anak usia dini sudah kecanduan dalam penggunaan gadget, tentunya akan banyak yang terganggu segi perkembangan psikologisnya dari berbagai aspek. Mulai dari perkembangan fisik-motorik, yang seharusnya anak menjadi pribadi yang aktif serta kreatif namun karena lebih asyik bermain dengan gadgetnya perkembangan tersebut menjadi terhambat, karena membuat anak menjadi malas dan lambat bergerak. Dari segi perkembangan kognitif, anak menjadi kurang peka terhadap lingkungan karena sibuk dengan teman matinya, yaitu gadget.

Selanjutnya perkembangan yang paling terhambat karena hadirnya gadget adalah perkembangan sosio-emosional, anak cenderung memilih diam di rumah atau bahkan di tempat tidurnya sambil bermain dengan gadgetnya. Padahal seharusnya anak usia dini bermain di luar rumah bersama teman sebayanya untuk menemukan sesuatu yang membuat ia bertanya serta mencari tahu sendiri tentang apa yang sudah ia temukan dan mengenal lingkungan sekitarnya untuk dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya. Terakhir, gadget juga dapat menghambat kemampuan berbahasa seorang anak, karena jarang melakukan interaksi dengan anak-anak lain atau lebih sering menghabiskan waktu bersama benda mati (gadget) anak menjadi tidak terbiasa dalam berbicara dengan orang di sekelilingnya.

Anak usia dini yang sering menggunakan gadget akan lebih cepat puas dalam memperoleh pengetahuan yang telah ia peroleh (dengan kata lain, internet adalah sumber pengetahuan teraktual dan terlengkap), menjadikan anak tidak biasa dengan hal yang rumit yaitu anak usia dini akan menjadi generasi yang berpikir instan, penurunan konsentrasi dalam belajar atau melakukan sesuatu, malas menulis dan membaca buku, kelemahan dalam berinteraksi secara internal maupun eksternal (mitrakeluarga.com, 2013).

Dilihat lagi dari salah satu kasus di Inggris terdapat seorang anak perempuan berusia 4 tahun harus menjalani perawatan dari psikiater karena kecanduan Ipad. Anak tersebut diyakini bukan satu-satunya anak yang mengalami kompulsif akibat penggunaan gadget yang berlebihan dalam masa usia dini. “pasti masih banyak yang seperti ini”, kata Dr Richard Graham dari Capio Nightngale Clinic, London (yang menangani kasus anak tersebut).  Karena saat ini, lebih dari 50% orang tua di Inggris mengizinkan anaknya menggunakan gadget hingga 4 jam perhari. Sebanyak 81% orang tua juga mengaku bahwa anak-anaknya lebih banyak menghabiskan waktu pada gadgetnya (health.kompas.com, 2013).

Maka, dengan hadirnya beragam aplikasi gadget yang merusak karakter anak usia dini dalam segi perkembangan mental dan cara berinteraksi dengan lingkungannya menyebabkan ketidaksetimbangan dalam proses perkembangan psikologisnya. Seharusnya kasus yang sudah diungkap oleh banyak media bisa dijadikan sebagai sorotan serta pelajaran bagi para orang tua dalam mendidik anaknya melalui berbagai pendekatan.

4. Kesimpulan

Gadget, barang elektronik komunikasi dengan bentuk yang tipis namun manfaat yang besar dapat mengubah kehidupan, bahkan tidak “tanggung” dalam mengubahnya. Hampir semua aspek dalam hidup ini bisa berubah dengan arus teknologi yang semakin canggih. Anak usia dini adalah asset negara dalam target bentuk generasi yang lebih baik untuk di masa depan nantinya. Sangat disayangkan jika asset negara tidak dapat dikembangkan dengan baik, mulai dari segi potensi, karakter budaya, cara bersosialisasi, dan lain sebagainya.

Dengan berbagai kasus yang telah terjadi baik di dalam negeri dan luar negeri, baiknya semua orang tua dapat menjadikan semua itu sebagai sebuah pelajaran dan mampu mengubah cara berpikir instannya dalam mendidik anak usia dini di masa emas. Beberapa cara yang dapat dilakukan para orang tua dalam mendidik anak usia dini agar masa perkembangannya berjalan sesuai semestinya: (1) Memahami kemampuan anak dengan meluangkan waktu untuk menilai seberapa tajam anak memilah hal-hal baru; (2) Menyediakan atau menciptakan lingkungan belajar yang baik, menyenangkan dan sesuai dengan keinginan si anak; (3) Tidak memarahi anak ketika anak melakukan kesalahan, artinya sebaiknya para orang tua membiarkan anaknya belajar dari kesalahan yang telah ia perbuat dan membantu si anak dalam belajar progresif dengan memperkuat landasan pendidikan mereka; (4) Bersabar dan aktif dalam mendidik anak meskipun anak sudah mendapatkan pendidikan melalui taman belajar atau lembaga pendidikan, orang tua tetap memiliki peran terbesar dalam menciptakan suatu karakter dalam diri seorang anak; (5) Meluangkan banyak waktu untuk anak, agar anak tidak merasa kesepian dan bosan dirumah karena tidak ada teman bicara.

Perlu disadari bahwa setiap anak usia dini istimewa karena satu dengan yang lainnya berbeda. Hanya saja orang tua disini diharuskan memegang peran utama dalam pendidikan di masa emas anak usia dini secara maksimal agar tahap perkembangan anak di usia dini dapat berkembang dengan baik.

Bermain diluar rumah lebih baik daripada diam terpaku dengan gadget. Bermain sepak bola dengan teman-temannya di lapangan luas jelas memiliki perbedaan dengan bermain bola di playstation atau gadget lainnya.

Contoh tersebut berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak usia dini mulai dari perkembangan fisik-motorik, kognitif, sosio-emosional dan bahasa, yang perbedaannya dapat dijabarkan seperti berikut ini:

Hal pertama yang terjadi ketika anak usia dini bermain sepak bola bersama teman-temannya, maka secara alami anak akan berlari mengejar bola untuk berkompetisi dalam permainan tersebut. Dengan begitu, perkembangan fisik-motorik mampu berkembang dengan baik.

Dilanjut dengan ketika dalam permainan atau kompetisi tersebut ada pihak yang kalah, maka disitu akan terjadi banyak interaksi yang kuat membentuk barisa kepekaan dan pelajaran untuk si anak dalam menerima kekalahan atau merasakan kemenangan yang sesungguhnya. Perkembangan kognitif dengan mudah dapat tercapai dengan baik.

Belum lagi ketika anak merasa sedih saat ia kalah dalam kompetisi itu dan merasa senang saat ia dapat memenangkan kompetisi tersebut. Dengan kata lain, perkembangan sosio-emosional anak aktif dengan cepat dan dalam keadaan yang tepat.

Karena telah terjadi banyak interaksi dengan teman mainnya dan lingkungan yang terlibat dengannya, maka kemampuan berbahasa dapat menjadi lebih baik dibandingkan ketika anak diam dengan gadgetnya yang tidak bisa mengaktifkan kemampuan verbalnya secara maksimal.

Namun jika gadget tetap digunakan dan dalam penggunaannya dilakukan secara secara efesien serta diiringi pemantauan orang tua secara maksimal, tetap saja gadget bukan merupakan alternatif yang baik dalam mendidik anak di usia emasnya. Dalam arti lain, orang tua dituntut lebih kreatif dalam mendidik anak, menyediakan sarana bermain dan belajar dan media lainnya yang lebih sehat dan sesuai dengan masa tumbuh kembang anak mereka, utamanya masa emas anak usia dini.

Daftar Pustaka

Ameliola, Syifa & Nugraha, Hanggara Dwiyudha. (2013). “Perkembangan Media Informasi dan Teknologi Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi”, Prosiding the 5th International Conference on Indonesia Studies: “Ethnicity and Globalization”, hal 362-371.

Majalah Kartini. (2013). “Kecanduan gadget pada anak dapat menyebabkan penurunan fungsi otak (Demensia), No.2357/ 19 September–03 Oktober 2013.

Rahman, Ulfiani. (2009). “Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini”, Jurnal Lentera Pendidikan Vol.12, No.1, Juni, hal. 46-57.

Referensi Media Massa

Analisa Daily. (2013). “Bisakah Generasi iY lebih peduli?” diunduh dari (http://www.analisadaily.com/mobile/pages/news/33085/bisakah-generasi-iy-lebih-peduli), pada 9 November 2013.

Kompas Health. (2013). “Balita ini Sakit Karena Kecanduan Ipad” diunduh dari (http://health.kompas.com/read/2013/04/22/21050177/Balita.Ini.Sakit.akibat.Kecanduan.Ipad), pada 9 November 2013.

Mitra Keluarga. (2013) “Dampak Negatif Teknologi Gadget Terhadap Proses Perkembangan Anak” diunduh dari (http://www.mitrakeluarga.com/surabaya/dampak-negatif-teknologi-gadget-terhadap-proses-perkembangan-anak/), pada 9 November 2013.

Okezone. (2013). “Tiap Hari, 17% Anak Main Gadget” diunduh dari (http://berita.plasa.msn.com/article.aspx?cp-documentid=254350783), pada 9 November 2013.

Pakar Parenting. (2013). “Seputar Gadget” diunduh dari (http://pakarparenting.com/seputar-gadget/), pada tanggal 9 November 2013.

Vemale. (2013). “82% Balita Suka Online.. Online..” diunduh dari (http://www.vemale.com/relationship/ibu-bayi-dan-balita/10408-82--balita-suka-online---online--.html), pada 9 November 2013.

Wikipedia. (2013). “Gadget” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Gadget), pada 9 November 2013.






































Tidak ada komentar:

Posting Komentar