Minggu, 29 Desember 2013

Kenakalan Remaja


KENAKALAN REMAJA
Oleh Zakiyah Umaroh
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstrack

Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Sebagai dampaknya orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semaunya sendiri demi kepentingan pribadi, kemudian mengganggu orang lain. Situasi sosial tersebut akan menyebabkan banyak terjadinya perilaku patologis sosial yang menyimpang dari pola-pola umum. Akibatnya muncullah banyak masalah sosial yang disebut pula sebagai tingkah laku sosiopatik, deviasi sosial, disorganisasi sosial, disintegrasi sosial dan diferensiasi sosial. Dan pada akhirnya apabila tingkah laku menyimpang (deviasi) itu meluas di tengah masyarakat, maka berlangsunglah deviasi situasional kumulatif, misalnya dalam bentuk “kebudayaan” korupsi, meluasnya “budaya” kriminal, deviasi seksual, dan seterusnya. Oleh karena itu perilaku kita sebagai orang dewasa haruslah menjadi contoh yang baik dan juga tidak banyak menuntut agar anak-anak muda sekarang tidak lagi banyak memunculkan masalah sosial, deviasi sosial, disorganisasi sosial, dan sejenisnya.

Kata Kunci: masalah sosial, perilaku menyimpang, deviasi, disorganisasi, disintegrasi.

1. Pendahuluan
Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.
Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku menyimpang dari norma-norma hokum pidana yang dilakukan oleh para remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya. Di jaman seperti ini perilaku anak remaja sekarang sudah melebihi batas normal. Banyak anak-anak SMP atau bahkan anak SD sekarang yang sudah banyak memperlihatkan kenakalannya, seperti merokok, mencuri uang milik orang tua mereka, bahkan ada juga yang sudah mulai mengenal dunia narkoba serta dunia seks. Sungguh disayangkan perilaku anak bangsa yang seperti itu.
Kenakalan  anak remaja makin hari juga makin menunjukkan kenaikan jumlah dalam kualitas kejahatan dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang dilakukan dalam aksi-aksi kelompok.Gejala ini akan terus-menerus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi,industrialisasi dan urbanisasi.
Laporan "United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders" yang bertemu di London pada 1960 menyatakan adanya kenaikan  jumlah juvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kualitas kejahatn,dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual (Minddendorff, 1960)
Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah kurang berfungsinya peran orang tua sebagai teladan bagi anak-anak mereka. Suasana dalam keluarga yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anak juga menjadi salah satu penyebabnya , termasuk perceraian kedua orang tua mereka. Seringkali mereka melakukan kejahatan dikarenakan mereka merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya yang terlalu sering bekerja tanpa memperhatikan perkembangan anak.
Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki control diri , atau justru menyalahgunakan control diri tersebut, dan suka menegakkan peraturan sendiri tanpa memperhatikan keberadaan orang lain di sekitarnya. Timbulnya perilaku tersebut juga bisa disebabkan oleh factor pergaulan, mereka sering bergaul dengan teman tanpa melihat latar belakangnya. Dan pada umumnya anak-anak tersebit sangat egois, dan suka menyalahgunakan atau bahkan melebih-lebihkan harga diri mereka. Atas dasar rasa senang mereka melakukannya tanpa memperhatikan efek yang akan diterima.
Hal ini tentu saja sangat dirasa oleh kita semua, karena sesungguhnya di tangan merekalah terdapat tanggung jawab yang besar sebagai penerus kita serta menjunjung tinggi bangsa ini. Mereka juga nantinya akan berperan sebagai asset bangsa yang tentunya akan membawa perubahan bagi Indonesia .

2. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Bentuk kenakalan remaja yang sekarang ini marak dilakukan yaitu seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba serta seks bebas.
Tawuran antar pelajar bukan selalu menjadi bahan perbincangan di setiap tahunnya. Ini memang bukan perkara baru bagi dunia pendidikan kita. Tawuran pelajar saat ini sudah menjadi masalah  yang sangat mengganggu ketertiban dan merupakan ancaman bagi kita. Dan ini dilakukan bukan hanya disekolah saja, kadang mereka melakukannya di jalan  atau bahkan ditempat-tempat umum dan tak lupa seringkali mereka juga merusak fasilitas-fasilitas umum. Tentu saja ini bukan hal yang mudah bagi pihak sekolah ataupun masyarakat untuk menghentikan aksi tersebut, sampai akhirnya melibatkan anggota kepolisian. Hal ini dilakukan  karena melihat senjata yang mereka pakai bukan senjata biasa. Biasanya mereka menggunakan batu dan kayu sebagai senjata , atau yang lebih parah lagi mereka menggunakan senjata tajam yang tentu saja bisa menyebabkan kematian seseorang, seperti besi, pisau, ataupun samurai.
Contohnya saja tawuran antar pelajar yang didasari atas rasa kesetiakawanan. Terkadang mereka banyak yang salah mengartikan tentang kesetiakawanan. Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing-masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah. Ini dapat menjadikan pelajar malas berpikir untuk menghadapi masalah dengan cara yang benar.
Dan untuk menghindari tawuran antar pelajar seharusnya dilakukan pengawasan yang lebih ketat lagi oleh pihak sekolah serta mengetahui lebih dalam kepribadian dari anak-anak didiknya.
Maraknya narkoba di kalangan remaja juga telah merusak mental serta berpengaruh besar pada pendidikan dikalangan pelajar. Mereka sangat mudah sekali mendapatkan barang haram tersebut. Bahkan diantara teman mereka pun ada yang menjadi Bandar narkoba. Alas an mereka memakai narkoba biasanya dikarenakan kurang mendapat kasih sayang orang tua, atau adanya perselisihan di dalam keluarga yang menyebabkan broken home. Banyak juga dari mereka yang sebenarnya hanya ingin “mencoba” tapi lama kelamaan menjadi ketagihan dan tentu saja sulit untuk dihentikan. Pergaulan bebas dan lingkungan yang tidak tepat juga bisa menjadi pemicu , banyak dari mereka yang secara bebas mengikuti pergaulan tanpa melihat latar belakang kehidupannya. Sehingga mereka ikut terjebak di lingkungan tersebut. Kurangnya pengetahuan tentang agama juga menjadi salah satu penyebabnya. Biasanya orang tua kurang berperan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan agama.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.
Di Indonesia sendiri, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Dan sangat penting bagi mereka untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima.
Untuk itu diperlukan adanya perluasan informasi, strategi dan kemampuan diri untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba. Mungkin dengan adanya sosialisasi di sekolah-sekolah akan mengurangi dampak dari penyalahgunaan narkoba serta membangkitkan kesadaran beragama dan menunjukkan hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk mereka. Karena para remaja saat ini kurang sekali mendapatkan siraman agama.
Dan satu lagi kenakalan yang dilakukan remaja yaitu tentang seks bebas. Seks bebas juga selalu menjadi bahasan menarik selain tawuran antar pelajar dan penyalahgunaan narkoba. Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan.
Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. 
Sumber lain juga menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu remaja yang pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001). Dan di Jawa Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60% dari total kasus (Jawa Pos, 9-4-2005).
Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas. Bahkan penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya. Sumber lain juga menyebutkankan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun.
Maka dari itu diperlukan upaya penanggulangan dari segala pihak dengan langkah upaya meningkatkan akses remaja terhadap informasi yang benar dengan merangkul berbagai kalangan, termasuk media massa. Karena seks bebas di kalangan remaja merupakan tanggung jawab kita bersama. Mereka adalah asset yang harus kita bina mental dan moralitasnya.
Salah satu upaya untk menanggulangi maraknya seks bebas tentu saja perlu diadakan pengawasan yang ketat serta meningkatkan kesadaran diri pada anak. Selain itu pembekalan dengan ajaran agama yang kokoh juga tidak bisa dilewatkan begitu saja karena sekuat-kuatnya remaja menahan diri untuk tidak tergoda suatu saat akan tergoda untuk melakukannya jika mereka mengalami godaan terus menerus dari teman-temannya.
 Dan hal yang tak kalah penting adalah  pembekalan tentang seks kepada remaja sedini mungkin, agar para remaja memiliki pengetahuan yang benar dan akurat mengenai kesehatan, seksualitas dan aspek-aspek kehidupannya, sehingga tak menjadi salah arah dalam membuat keputusan dalam hidupnya.
Lalu apa sajakah yang menjadi penyebab kenakalan remaja-remaja tersebut ??


3. Factor Penyebab Kenakalan Remaja
Sebenarnya, kenakalan remaja ini bisa diminimalisir oleh pihak sekolah dan orang tua jika mereka mengetahui apa saja faktor penyebab dari masalah ini. Pada umumnya ada beberapa  factor yang menyebabkan perilaku tersebut , yaitu : (1) Kurangnya pendidikan agama , Kebanyakan pihak sekolah dan orang tua hanya fokus pada pendidikan formal saja tanpa memberikan pendidikan spiritual dan moral yang memadai. Hal inilah yang membuat kebanyakan remaja mudah dipengaruhi dengan hal-hal buruk yang bersifat merusak, seperti tawuran, perkelahian, pencurian, dll ; (2) Lingkungan sekolah yang tidak tidak aman, Maksudnya adalah tidak adanya peraturan yang tegas di dalam lingkungan sekolah sehingga pengaruh buruk dari luar sekolah bisa masuk dengan mudah ; (3) Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya ; (4) Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja ; (5) Teman sebaya yang kurang baik ; (6)  Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Biasanya anak-anak yang kurang mendapatkaan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu  selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung, dan sulit untuk menemukan orang yang akan menjadi panutannya. Dan di kemudian hari mereka akan mulai beraksi dengan kejahatan-kejahatannya. Anak-anak tadi mulai banyak yang tidak pulang kerumah, lebih suka hidup bergelandangan dan mencari kesenangan duniawi. Adakalanya mereka secara terang-terangan menunjukkan rasa ketidakpuasan mereka terhadap orang tuanya dan mulai melawan ataupun memberontak.
Selanjutnya menurut Kumpfer dan Alvarado , Faktor faktor Penyebab kenakalan remaja antara lain  :  (1) Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan social; (2) contoh perilaku yang ditampilkan orang tua dirumah terhadap perilaku-perilaku anti social; (3) kurangnya pengawasan terhadap anak; (4) kurangnya disiplin yang diterapkan orang tua pada anak; (5) rendahnya kualitas hubungan antara orang tua dan anak; (6) tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi di dalam lingkungan keluarga; (7) kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga; (8) anak tinggal jauh dari orang tua dan tidak adanya pengawasan .
Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya untuk menanggulangi perilaku tersebut. Ada beberapa hal  yang dapat dilakukan, diantaranya yaitu : (1) Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik sehingga  mereka berhasil memperbaiki diri; (2) Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi mereka; (3) Kehidupan beragama keluarga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosila keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik; (4) untuk menghindari masalah yang timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orang tua juga hendaknya memberikan kesibukan dan mempercayakan tanggungjawab rumah tangga kepada si remaja; (5) Orang tua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar anak memilih jurusan sesuai dengan bakat, kesenangan, dan hobi si anak; (6) Mengisi waktu luang diserahkan kepada kebijaksanaan remaja. Remaja selain membutuhkan materi, juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Oleh karena itu waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi; (7) Remaja hendaknya pandai memilih lingkungan pergaulan yang baik serta orang tua memberi arahan arahan di komunitas mana remaja harus bergaul; (8) Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman-teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Adapun beberapa sikap yang harus dimiliki orang tua terhadap anaknya yang mulai memasuki usia remaja menurut Nalland (1998) adalah:
Pertama, orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara. Karena biasanya banyak orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anak. Itu dikarenakan orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga tidak banyak yang dibicarakan pada saat berada dirumah.
Kedua, Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll.
Ketiga, Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek kepribadiannya.
Keempat, Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat bersikap hangat, menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat anak yang benar.

4. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya remaja itu baik, akan tetapi mereka menghadapi banyak masalah, yang kadang mereka tida sanggup untuk mengatasinya sehingga terjadi penyimpangan perilaku yang disebut kenakalan. Dalam penanggulangan kenakalan remaja, kita perlu menggunakan pendekatan psikologis. Mulai dari pamahaman tentang kenakalan remaja dan mencari latar belakang terjadinya, agar kita tidak melihat tindakan tanpa mengetahui berbagai faktor penyebabnya baik yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada diri remaja maupun yang datang dari luar.        
Oleh karena itu dalam penanggulangan kenakalan remaja bukan dengan hukuman atau ancaman tetapi dengan membantunya untuk mencari penyelesaian masalah dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum dan ajaran agama.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam menciptakan ketentraman batin remaja. Dalam menghadapi kenakalan remaja, orangtua yang bijaksana dapat memahami keadaan remaja dan membantunya mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Guru di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam membantu remaja dalam mengatasi kesulitannya. Keterbukaan hati guru menerima keadaannya menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang baik.
Komunikasi yang intens juga sangat membantu anak untuk mengenali dan memahami masalah yang dihadapinya serta merasa aman dan nyaman ketika bersama orang-orang terdekatnya. Karena tidak jarang, kenakalan remaja disebabkan oleh rasa frustasi, kesulitan mencari sosok yang dapat dijadikan panutan dalam pola hidupnya serta kesukaran dalam penyesuaian terhadap perubaha-perubahan dan perkembangan yang terjadi pada dirinya, baik dari aspek fisik maupun mentalnya dengan lingkungan sosialnya.

5. Daftar Pustaka
Minddendorf. (1960). United Nations Conggress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. London Press.
Kumpfer & Alfarado. (1964). The Psychology of Crime. New  York : Columbi University.
Nalland. (1998). Delinquency, Situasional Inducement, and Commitment to Conformity. Social Problems.
Badan Narkotika Nasional. (2004). Kasus pemakaian Narkoba. Jakarta : Badan Narkotika Nasional (BNN)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2007). Kasus Seks Bebas Remaja.  Jakarta : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia. (2000). Aborsi yang dilakukan Remaja Indonesia. Bandung : LSM Sahabat Anak dan Remaja Indinesia (Sahara).

Referensi Media Massa
Jawa Pos (2001). “Maraknya Aborsi di kalangan Remaja”. Jawa Pos . 28 Mei.
Jawa Pos (2005). “Aborsi oleh Remaja saat ini”. Jawa Pos. 9 April
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-kenakalan-remaja.html
http://software-comput.blogspot.com/2013/04/makalah-kenakalan-remaja.html
http://kenakalanremaja-ilmana.blogspot.com/2008/10/kesimpulan-dan-saran.html
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar