Minggu, 29 Desember 2013

Kenakalan Remaja, Faktor, dan Penanggulangannya

Kenakalan Remaja, Faktor, dan Penanggulangannya

Oleh Diwan Apillia
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang


Abstrak
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus  kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perbuatan nakal tersebut terjadi karena beberapa faktor entah internal ataupun eksternal, diantaranya karena mereka terpengaruh oleh lingkungan hidup sekitar mereka tinggal dan lemahnya benteng pertahanan dalam diri mereka dalam artian mereka mudah trgoda oleh teman mereka. Namun bagi sebagian anak remaja, bisa saja mereka melakukan perilaku yang dianggap nakal itu tanpa sadar karena mereka kurang mengerti akan perbuatan yang telah mereka lakukan, perbuatan mana yang melanggar aturan dan mana yang tidak melanggar aturan. Kenakalan remaja telah banyak menimbulkan banyak dampak negatif baik untuk diri mereka sendiri maupun orang lain di sekitar mereka. Maka dari itu perlu dilakukan tindakan penangkalan serta penanggulangan kenakalan remaja oleh orang tua, guru maupun oleh masyarakat sekitar remaja tersebut. Jika tindakan penangkalan dan penanaggulangan kenakalan remaja telah dilakukan, diharapkan akan tercipta remaja-remaja yang berkualitas, yang berguna bagi dirinya, orang tua, maupun lingkungan sekitarnya.

Kata Kunci : kenakalan, remaja.

1.      Pendahuluan
Fase remaja adalah fase perantara dari anak-anak menuju dewasa. Seorang remaja akan terlalu tua untuk disebut anak-anak, tetapi juga terlalu muda untuk disebut dewasa. Pada fase remaja, biasanya seorang anak akan mengalami suatu perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya dari fisik namun juga dari psikis. Di Indonesia sendiri, anak remaja sering dijuluki “Ababil” alias “ABG Labil”, karena pemikiran mereka belum bisa sepenuhnya stabil, masih berubah-ubah. Perubahan-perubahan ini biasanya akan  menyebabkan pertarungan identitas pada anak tersebut. Mereka mulai mencari jati diri mereka. (Yanuar Ibnu Pahlevi dalam Pelatihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar di UNNES tanggal 26 Oktober 2013).
Perubahan psikis remaja seringkali dikait-kaitkan dengan istilah kenakalan. Kenakalan remaja dalam aspek sosial dapat digolongkan ke dalam perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan landasan hidup Bangsa Indonesia. Baru-baru ini remaja Indonesia telah banyak melakukan perilaku menyimpang.
Dalam tulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus nyata kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia. Ada beberapa point yang akan saya bahas dalam kasus tersebut, yaitu : (1) apa kasus yang terjadi dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut; (2) di mana dan kapan kasus tersebut terjadi; (3) apa penyebab terjadinya kasus tersebut; dan (4) bagaimana penanggulangan kasus tersebut.
Untuk mengetahui latar belakang suatu perilaku dapat disebut menyimpang atau tidak menyimpang, akan lebih baik bila terlebih dahulu membedakan apakah perilaku tersebut tidak disengaja atau disengaja. Bisa saja perilaku yang dianggap menyimpang tersebut dilakukan diantaranya karena si anak masih kurang memahami akan aturan-aturan yang ada. Becker (dalam Ary Gunawan, 2000), mengatakan bahwa belum tentu mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Karena setiap manusia memang pada dasarnya pasti mengalami dorongan untuk melanggar suatu aturan atau suatu ketentuan pada situasi tertentu.
Saya sebagai remaja sadar bahwa perilaku remaja yang memprihatinkan tersebut harus segera dihilangkan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Karena jika perilaku tersebut masih berkembang di negara kita yang katanya berlandaskan Pancasila ini, sangat bertolak belakang dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu saya mengangkat permasalahan ini sebagai bahan karya tulis saya.
Dalam penulisan karya ilmiah ini saya harap dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang pergaulan remaja dan kenakalan-kenakalan remaja Indonesia saat ini terhadap para pembaca, terlebih remaja di Indonesia. Selain itu, dengan adanya pembahasan tentang cara penanggulangan kenakalan remaja, diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca bahwa karya ilmiah ini dapat digunakan untuk menyikapi, menanggulangi, dan menyadarkan kepada anak-anak remaja tentang dampak negatif kenakalan remaja agar mereka sadar dan segera menjauhi perilaku tersebut.

2.      Pengertian Remaja
Masa anak-anak lalu menjadi remaja setelah itu menjadi dewasa dan kemudian menjadi orang tua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dan berkelanjutan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia normal. Tiap masa pertumbuhan akan memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (lihat makalahsekolah.wordpress.com. 2013). Demikian pula dengan masa pertumbuhan remaja. Masa remaja seringkali dianggap sebagai masa yang paling rawan daripada masa lainnya dalam proses kehidupan ini. Mengapa? Karena masa remaja ini sering menimbulkan kekhawatiran bagi para orangtua. Padahal bagi para remaja itu sendiri, masa ini mungkin menjadi masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya.
Seperti lirik lagu Roma Irama, “Masa muda, masa yang berapi-api”. Oleh karena itu, para orangtua hendaknya berkenan menerima anak remaja sebagaimana adanya diri mereka namun juga bisa memberikan nasehat positif pada mereka agar tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan seperti si anak kabur dari rumah karena orangtuanya mempermasalahkan sikapnya. Orang tua juga sebaiknya jangan terlalu membesar-besarkan perbedaan. Mereka justru hendaknya menjadi “Ing Ngarso Sung Tulodho”, “Ing Madyo Mangun Karsa”, serta “Tut Wuri Handayani” bagi anak-anaknya. Pemberi teladan di depan, di tengah memotivasi dan membangkitkan semangat, serta di belakang mengawasi segala tindak tanduk si anak remajanya (lihat makalahsekolah.wordpress.com. 2013).
Menurut Lewin (dalam F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 260), fase remaja ada di dalam tempat marginal. Masa remaja ialah masa transisi atau masa peralihan karena masa ini belum bisa memperoleh status orang dewasa tetapi juga tidak lagi memiliki status anak-anak (menurut Calon dalam F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 260). Sehingga bisa dikatakan status mereka ngambang antara anak-anak dan dewasa. Ngambangnya status mereka ini bisa juga disebut galau, maka tidak heran para remaja sekarang sering galau. Jika dipandang dari segi sosial, posisi remaja juga mempunyai suatu posisi yang marginal. Dalam penelitiannya, Roscoe dan Peterson (1984) telah membuktikan hal tersebut (lihat F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 260).
Menurut para ahli pendidikan, remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Namun semakin lama batasan umur usia remaja juga semakin kabur dan tidak jelas. Alasan pertama karena zaman sekarang banyak sekali para remaja yang tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih bekerja, dengan begitu secara otomatis mereka juga telah memasuki dunia orang dewasa walaupun usia mereka masih remaja. Jika dalam segi keadaan dapat disebut sebagai masa remaja yang diperpendek, dan keadaan sebaliknya yaitu saat seseorang berusia dewasa namun masih hidup bersama orang tuanya serta belum punya nafkah sendiri disebut masa remaja diperpanjang. (lihat F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 261).
Walaupun belum ada kejelasan antara masa kanak-kanak dan masa remaja, namun telah nampak batasan-batasan yang cukup jelas antara keduanya. Namun dalam tulisan ini saya hanya akan membahas tentang masa remaja saja. Gejala saat awal remaja yaitu timbulnya seksualitas sehingga masa remaja sering disebut juga dengan masa pubertas (lihat F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 261-262).
Dari beberapa pengertian tentang remaja di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian remaja adalah masa atau periode menuju tahap dewasa yang pada umumnya antara umur 13-18 tahun dan mulai mengalami perubahan fisik dan psikis.

3.      Perbedaan Remaja Laki-Laki Dan Perempuan
Menurut Gilarso, perbedaan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan dapat digolongkan ke dalam dua segi yaitu dari perbedaan fisiologis atau biologis dan perbedaan psikologis atau kejiwaan. Namun kali ini saya hanya akan membahas tentang perbedaan dari segi psikologis saja mengingat tema penulisan karya ilmiah ini adalah kenakalan remaja.
Perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan ;
Tabel 1. Perbedaan remaja laki-laki dan perempuan
No
Remaja Laki-Laki
Remaja Perempuan
1.
Lebih kompeten dalam hal menolong
Lebih kompeten dalam hal mengasuh
2.
Gemar menjelajah dan menyelidiki alam di sekitarnya
Gemar tinggal di rumah, memelihara dan merawati
3.
Laki-laki membangun rumah sebagai tempat tinggal (building a house)
Perempuan membangun rumah sebagai tempat yang membuat orang kerasan tinggal (building a home)
4.
Suka mencari dan melihat-lihat
Butuh dilihat-lihat dan dicari-cari
5.
Aktif, lebih inisiatif, suka mengkritik dan memprotes
Reaktif, suka menanggapi, lebih tabah dan mudah menerima
6.
Mengendalikan perasaan dengan akalnya
Emosi dan perasaan lebih menonjol
7.
Lebih melihat kenyataan secara objektif, terarah pada garis-garis besar, lebih teguh dalam keputusan
Perhatian sampai detail (hal-hal kecil), cenderung intuitif, mudah mengubah keputusanya.
8.
Gelombang perasaan mendatar dan stabil
Perasaan pasang surut terpengaruh oleh siklus bulanan
9.
Gairah seksual lebih bersifat jasmaniah/jasmani biologis
Gairah seksual (lebih bersifat rohaniah, lebih mementingkan cinta dan kemesraan)
10
Lebih suka menyuruh
Menunjukan keinginan mereka dalam bentuk saran
Semua perbedan anatara remaja laki-laki dan perempuan pada tabel di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka dari perbedaan-perbedaan itulah diharapkan para remaja laki-laki dan perempuan saling melengkapi satu sama lain. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013 dan John W. Santrock, 2003 : 375)

4.      Pengertian Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan berasal dari kata dasar “nakal” (bahasa Jawa) yang secara harfiah berasal dari kata “ana akal” yang berarti “ada pikiran” atau timbul akalnya”. Seorang anak yang timbul akalnya akan timbul pula rasa ingin tahu yang besar untuk menirukan, misal saat si ibu mengambil gelas ia akan ikut mengambil gelas, tetapi karena kurang kemampuan dan belum terpikirkan akibat-akibat dari tindakannya ia dapat saja menjatuhkan gelas tersebut hingga pecah berserakan. Akibatnya, si anak bisa kena marah oleh si ibu dan si ibu akan memberi predikat anak tersebut sebagai “anak nakal”. Jika dilakukan oleh orang dewasa akan disebut tindak kejahatan. (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 86).
Drs. B. Simanjuntak, S.H. (dalam Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 89-90) mengatakan bahwa anak yang telah dicap atau mendapat julukan “anak nakal” akan terkena dampak psikologis yang buruk bagi dirinya.  Cap atau julukan tersebut akan menimbulkan isolasi[1] diri. Padahal walaupun mereka melakukan perilaku nakal tersebut, mereka belum tentu merasakan bahwa tingkah laku atau perbuatan mereka itu keliru dan menimbulkan dampak negatif. Perbedaan pandangan seperti inilah yang sering menjadika adanya slah paham antara orang tua dan anak remajanya. Seorang anak yang melanggar norma sosial belum tentu dapat dikatakan jahat karena ia belum menyadari norma sosial (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 89-90).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dendy Sogono, 2008:1064), kenakalan adalah suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu). Dari beberapa pengertian tentang kenakalan remaja tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik norma sosial, hukum, maupun kelompok dan mengganggu kenyamanan atau ketenteraman orang lain (masyarakat) sehingga perlu diambil tindakan pengamanan/penangkalan oleh pihak yang berwajib.




5.      Macam-Macam Kenakalan Remaja
Bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja yaitu : (1)       Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir); (2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik); (3) Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik); dan (4) Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral).  (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Pertama, kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir) yaitu kelompok terbesar dari remaja nakal namun tidak menderita kerusakan psikologis. Mereka berbuat nakal karena didorong oleh faktor faktor berikut : (a) Ingin meniru, jadi sama sekali tidak ada motivasi untuk berbuat nakal; (b) Lingkungan tempat tinggal, karena remaja yang melakukan kenakalan bisanya berasal dari kota yang tiap hari melihat gang-gang kriminal; (c) Umumnya mereka berasal dari keluarga yang tidak harmonis sehingga mereka ingin memuaskan kebutuhan mereka di tengah lingkungan mereka yang bersifat kriminal karena mereka menganggap gang mereka telah memberikan alternatif hidup yang menyenangkan; (d) Kurang didikan dari keluarga sehingga sebagai akibatnya mereka tidak bisa mengimplementasikan norma hidup secara normal. Dan pada saat mereka telah memasuki usia dewasa, mayoritas anak remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, minimal 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Proses pendewasaan pada dirinyalah yang menyebabkan hal ini terjadi, sehingga remaja menyadari akan tanggung jawabnya sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru di lingkungannya. (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Kedua, kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik) yaitu tipe remaja yang menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, misal saja berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Dari gangguan jiwa ini biasanya tindak kenakalan yang terjadi adalah misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya. Remaja yang terkena gangguan kejiwaan ini biasanya cenderung mengisolir diri dari lingkungannya. (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Ketiga, kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik) merupakan kenakalan remaja yang melakukan oknum kriminal  paling berbahaya. Mereka dibesarkan oleh keluarga yang over disiplin namun orangtua mereka apatis terhadap mereka, sehingga mereka mempunyai sikap egoistis dan anti sosial. Sikap mereka kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa ada sebab yang jelas. (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Yang terakhir, kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral). Defek (defect, defectus) mempunyai arti rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: sering sekali melakukan tindakan yang bersifat anti sosial. Kelemahan para remaja delinkuen defek moral adalah mereka tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka jahat, tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, rasa kemanusiaan dalam diri mereka sangat terganggu, sikap mereka sangat dingin tanpa afeksi[2]. Mereka biasanya menjadi penjahat yang sulit sekali untuk diperbaiki moralnya. Mereka adalah para residivis[3] yang kejahatannya dilakukan karena dorongan naluri yang rendah dari dalam diri mereka sendiri. Di antara para residivis-residivis remaja tersebut, kurang lebih 80 % dari mereka telah mengalami kerusakan psikis yang berupa disposisi[4] dan perkembangan mental yang salah. Dan sisanya (20 %) disebabkan oleh faktor lingkungan sosial tempat mereka tinggal (lihat elmhanzhelman.blogspot.com. 2012).

6.      Contoh Kenakalan Remaja yang Terjadi di Indonesia
Banyak contoh kenakalan remaja yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam kenakalan remaja antara lain : (1) Merusak barang orang lain, misal saja mencoret-coret tembok, merusak tanaman, dan lain sebagainya; (2) Ngebut di jalan sehingga menggangu kenyamanan maupun keamanan pemakai jalan yang lain; (3) Mengedarkan pornografi dalam beraneka bentuk baik gambar, cerita cabul, hingga mengedarkan obat perangsang seksual yang dapat merusak moral si anak remaja; (4) Membentuk gang (kelompok) yang bertindak tidak sesuai norma, misal bertato, berpakaian tidak sopan acak-acakan, dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh para remaja. (lihat Ary Gunawan, 2000 : 60)
Berikut ini merupakan contoh nyata kasus kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia. Kasus nyata ini saya ambil dari web resmi Unicef Indonesia (lihat unicef.org. 2009).
 Satu Kesalahan, Anak Kehilangan Masa Depan

Iqbal (bukan nama sebenarnya) dibesarkan dalam sebuah keluarga yang kurang harmonis di sebuah desa di luar kota Klaten, Jawa Tengah. Ayahnya pemabuk berat dan penjudi, sering memukulinya, ibunya dan ketiga saudaranya. Ayahnya juga tidak mau membayar uang sekolah untuk pendidikan anak-anaknya. Dia akhirnya meninggalkan keluarganya untuk mengambil istri kedua di Jakarta. Ibu Iqbal terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Bali, meninggalkan anak-anaknya untuk dirawat oleh adik perempuannya dan keluarganya. Setelah terpaksa keluar dari sekolah, Iqbal mulai bergaul dengan "anak-anak nakal" dari desa, dan terlibat dengan beberapa perkara pelanggaran hukum.
Setelah dinyatakan bersalah karena mencuri sepeda pada tahun 2009, Iqbal menjalani hukuman kurungan selama 18 bulan di Rutan Anak. "Saya jauh dari rumah dan tidak punya ongkos," kenang Iqbal. "Saya mau pulang ke rumah, ke bibi saya. Saya lihat ada orang menaruh sepedanya di luar rumah dalam keadaan tidak terkunci. Saya tergoda untuk mencurinya. Ada orang yang melihat saya mengambil sepeda itu dan berteriak memberitahukan yang lain."
Sejak itu, perbuatannya yang bisa digolongkan kejahatan ringan menimbulkan konsekuensi yang jauh lebih besar. "Saya ditangkap oleh sekelompok penduduk desa. Mereka memukul dan menendang saya sebelum menyerahkan saya ke polisi," tegasnya. "Tidak ada yang menemani saya saat saya diinterogasi. Keluarga saya tidak tahu di mana saya berada. Mereka baru diberitahu beberapa hari kemudian bahwa saya ditangkap".
Situasi Iqbal saat ini tidak jauh berbeda dengan sekitar 5.000 remaja lain yang dipenjarakan di Indonesia setiap tahun. "Saya dikurung di sel bersama dengan delapan anak laki-laki lain," kata Iqbal. "Beberapa lebih tua dari saya, beberapa lebih muda. Kondisinya tidak buruk, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Saya tidak bisa belajar atau bekerja. Anak-anak di dalam sel itu bercerita tentang apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana mereka tertangkap. Ini seperti suatu kursus di bidang kejahatan." Jika sistem ini dimaksudkan untuk membuat para pelanggar hukum yang masih muda usia ini menjadi lebih baik, menurut Iqbal ini tidak akan berhasil.
7.      Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Faktor penyebab kenakalan remaja pada karya tulis ilmiah saya ini akan saya bagi menjadi dua, yaitu faktor berdasarkan kasus nyata kenakalan remaja di Indonesia di atas, dan yang kedua adalah faktor kenakalan remaja secara lebih umum atau global. Dari kasus nyata kenakalan remaja di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak remaja tersebut (Iqbal) melakukan tindak kenakalan. Faktor tersebut adalah : (1) Kondisi keluarga, jelas di dalam kasus tersebut dituliskan bahwaIqbal berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Ayahnya seorang pemabok dan penjudi; (2) Kurangnya benteng pertahanan diri tentang norma sehingga mudah tergoda untuk melakukan tindak yang tidak terpuji tersebut.
Secara umum, faktor penyebab kenakalan remaja dibagi menjadi dua yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern antara lain : (1) Krisis identitas, merupakan perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja tersebut sehingga menyebabkan kelabilan pada si remaja, karena saat remaja seseorang sudah mulai ingin tahu tentang siapa dan bagaimana dirinya serta hendak ke mana nantinya ia akan menuju dalam kehidupannya; (2) Lemahnya kontrol diri, remaja harus mampu mengendalikan serta mengontrol dirinya sendiri agar tidak melakukan tindak kenakalan. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013)
Sedangkan faktor ekstern meliputi : (1) Lingkungan keluarga, jika keluarga si remaja tidak harmonis, pertengkaran terjadi setiap hari maka psikologis remaja juga akan tertekan dan akan memicu terjadinya kenakalan pada remaja tersebut. Sebaliknya, jika si remaja terlalu dimanjakan oleh keluarganya juga akan berdampak buruk pada remaja tersebut. Misal saja kasus AQJ yang terlalu dimanja oleh orang tuanya, ia belum punya SIM namun sudah diizinkan mengendarai mobil akibatnya malah terjerat kasus tabrakan yang menelan banyak korban jiwa; (2) Teman dan pergaulan, “Jika engkau berteman dengan tukang penggaruk kotoran maka kau akan terkena baunya, jika engkau berteman dengan tukang parfum maka kau juga akan terkena harumnya”. Jika seorang remaja bergaul dengan remaja lain yang mempunyai sifat yang buruk seperti pencuri, penjudi maka ia juga akan terkena dampak buruknya, bisa saja ia juga akan tertular menjadi pencuri juga. Sebaliknya, jika seorang remaja bergaul dengan remaja lain yang mempunyai sifat baik hati maka ia juga akan tertular menjadi remaja yang baik hati. Maka dari itu seorang remaja harus pandai memilah dan memilih teman. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013)

8.      Penangkalan Kenakalan Remaja
Berikut saya paparkan beberapa cara dalam menangkal kenakalan pada anak remaja :
Pertama, dalam keluarga. DR. Joseph S. Roucek (1984:54) mengatakan bahwa keluarga :
Keluarga adalah buaian dari kepribadian atau the family is the craddle of personality. Keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan (home base) yang paling vital. Bila salah seorang anggota keluarga menderita gangguan pikiran atau frustasi, maka biasanya dengan “pulang kampung/kandang” dan dengan bernostalgia, ia dapat memperoleh kembali gairah hidupnya.
Keluarga adalah lingkungan hidup, lingkungan pendidikan yang sifatnya adalah primer. Dari sinilah awal mula seorang anak belajar. Dari sinilah awal seorang anak memperoleh perlindungan. Maka jika suatu keluarga mulai retak dan bermasalah (broken home) seorang anak akan mulai berbuat nakal. Oleh karena itu, kasih sayang dan perhatian orang tua kepada sang anaknya tidak boleh diabaikan begitu saja agar tidak timbul sifat nakal pada anak.
Berikut beberapa cara menangkal kenakalan pada anak remaja secara global (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103) : (a) Bila ada anak yang suka berbuat kerusakan seperti mencoret-coret tembok, orang tua sebaiknya mengalihkan perhatiannya dengan mengajak sang anak untuk mengerjakan sesuatu yang lebih berfaedah seperti belajar melukis atau menggambar agar bakat anak juga dapat lebih diasah; (b) Saat melihat ataupun mendengar seorang remaja “ngebut”, maka akan lebih baik jika orang tua langsung menasehati dan memberi penjelasan akan bahaya dan akibat-akibat “ngebut”. Mungkin bisa juga orang tua mengajak sang anak untuk ikut latihan balapan sehingga bakat sang anak akan tersalurkan namun tetap dalam pengawasan orang tua. Kemungkinan yang kedua si anak malah menjadi ngeri akan akibat buruk yang ditimbulkan dari “ngebut”. Dan akan muncul kesimpulan bahwa mengendarai kendaraan dengan tertib dan disiplin serta memiliki SIM yang sah akan jauh lebih menguntungkan daripada kebut-kebutan; (c) Untuk penangkalan masalah pornografi sebaiknya orang tua lebih meningkatkan pengontrolan terhadap anaknya. Perlebih dalam hal perhatian. Orang tua bisa membelikan buku-buku yang lebih bermutu kepada anaknya sesuai dengan bakat dan minatnya; (d) Saat seorang anak remaja sudah mulai membentuk kelompok gang, orang tua sebaiknya mengisi waktu luang anaknya dengan kegiatan yang bermanfaat yang melibatkan sebuah kerjasama, kegotong royongan, kekompakan, toleransi, dan sebagainya; (e) Lebih berusaha untuk meningkatkan kereligiousan si anak, misal saja dengan mengajaknya ikut pengajian, beribadah bersama agar si anak tidak mudah terpengaruh hal-hal negatif serta godaan-godaan dalam hidup ini; (f) Jika ada anak remaja yang suka berbuat “semau gue”  atau istilahnya freedom of the will, sebaiknya orang tua juga melakukan “Ing Ngarso Sung Tulodho” bagi anak remaja tersebut, mereka harus menunjukkan bahwa hidup itu ada aturannya, ada adat istiadat yang harus dijaga dan dijunjung tinggi, ada Pancasila sebagai pedoman hidup serta ada sanksi-sanksi tertentu yang diberikan bagi mereka yang melanggar aturan-aturan tersebut, sehingga timbul kesadaran dari dalam diri mereka bahwa hidup yang sesuai dengan aturan-aturan akan lebih tenang, tenteram dan aman; (g) Orang tua harus super tanggap terhadap gejala-gejala kenakalan pada anak remajanya agar si anak tidak terlanjur berbuat nakal. Jika diperlukan, orang  tua dapat saja bekerjasama dengan guru-guru anak remajanya dalam mengawasi tindak-tanduk anaknya (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103);
Kedua dalam lingkungan sekolah antara lain : (a) Jika anak remaja suka menyelewengkan waktu belajar mereka untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, tindak penangkalannya secara preventif[5] ialah dengan memberikan tugas-tugas kecil namun bermanfaat kepada si anak agar menimbulkan kesibukan yang kesibukan tersebut nantinya akan berbuah kesuksesan pada diri si anak, sedangkan penangkalan secara kuratif[6] atau represif[7] dilakukan melalui penyembuhan/pengobatan bagi remaja pecandu narkoba; (b) Jika menghadapi anak remaja yang suka menunda-nunda waktu belajar, maka perlu menyadarkan akan perlunya pepatah “Never put off till tomorrow, what you can do today” lalu dilanjutkan dengan “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”. Pepatah-pepatah tersebut mempunyai makna bahwa kita perlu berkorban merelakan waktu luang kita untuk mengerjakan tugas-tugas demi kesuksesan dan kebahagiaan kita di masa yang akan datang; (c) Anak remaja sering membolos saat pelajaran tertentu, maka penangkalannya adalah membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih kreatif dan menarik sehingga anak tidak cepat bosan; (d) Anak hobi melamun dan kurang konsentrasi dalam menerima pelajaran, maka sebaiknya guru harus lebih bisa mengkonsolidasikan[8] kegiatan belajar mengajarnya (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103).

9.      Penanggulangan Kenakalan Remaja
Bila seorang remaja sudah terlanjur melakukan kenakalan, ada beberapa cara untuk menanggulangi kenakalan remaja tersebut. Antara lain : (1) Dengan prinsif keteladanan. Remaja harus mendapatkan banyak figur orang-orang dewasa yang sukses yang telah berhasil melampaui fase/masa remajanya dengan baik, juga mereka yang telah berhasil memperbaiki diri yang sebelumnya gagal pada masa/tahap ini; (2) Orang tua harus mampu untuk membenahi kondisi keluarganya agar dapat tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, serta aman dan nyaman bagi mereka; (3) Orang tua harus mampu memberi contoh/teladan yang baik dalam hal religious agar anak-anak mereka juga dapat mencontoh orang tuanya, sehingga tercipta generasi remaja yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (4) Untuk menghindari masalah yang timbul dari akibat pergaulan, orang tua harus mengarahkan sang anak remajanya untuk memilih teman bergaul yang mempunyai sifat terpuji, orang tua juga sebaiknya memberikan kesibukan dan mempercayakan tanggungjawab rumah tangga kepada si anak remajanya untuk melatih kedisiplinan mereka dan juga agar mereka tidak menghabiskan waktu luang mereka dengan kegiatan yang kurang berguna; dan yang terakhir adalah (5) Remaja harus mampu membentuk ketahanan diri agar mereka tidak mudah terpengaruh/tergoda dengan sifat-sifat temannya yang kurang baik. (lihat anwarriyants.wordpress.com, 2013).

10.  Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa remaja adalah suatu fase/masa seorang anak-anak menuju ke tahap dewasa yang pada umumnya antara umur 13-18 tahun dan mulai mengalami perubahan fisik dan psikis. Sedangkan kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik norma sosial, hukum, maupun kelompok dan mengganggu kenyamanan atau ketenteraman orang lain (masyarakat) sehingga perlu diambil tindakan pengamanan/penangkalan oleh pihak yang berwajib. Kenakalan remaja tersebut dipicu oleh banyak faktor baik intern maupun ekstern.
Faktor intern antara lain : (a) Krisis identitas pada diri remaja; dan (b) Lemahnya kontrol diri pada remaja tersebut. Sedangkan faktor ekstern antara lain : (a) Kondisi keluarga remaja; dan (b) Teman dan pergaulan sekitar si anak remaja. Untuk menangkal terjadinya perilaku kenakalan pada remaja dapat dilakukan dengan beragam cara antara lain : (a) Mempertebal iman pada remaja agar tak terpengaruh oleh lingkungan luar yang mungkin saja buruk untuknya; (b) Menghabiskan/memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat; dan (c) Orang tua harus bisa mencontohkan keteladanan yang baik bagi sang anak agar si anak remaja juga dapat menirukan perbuatan orang tuanya tersebut.
Sedangkan jika sang anak sudah terlanjur melakukan perbuatan nakal, penangguangannya antara lain : (a) Keluarga harus lebih dapat mengontrol dan mengawasi sang anak agar sang anak tidak lagi melakukan perbuatan nakal; (b) Pengobatan dapat dilakukan apabila menyangkut narkoba; (c) Orang tua harus mengalihkan perhatian anak remajanya kepada hal-hal positif apabila si anak telah mulai bertindak nakal; serta yang terpenting adalah (d) Harus ada motivasi dari keluarga, guru, dan teman sebaya tentang betapa pentingnya kita untuk selalu berbuat sesuai norma agar hidup selalu aman dan nyaman.




Daftar Pustaka
Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000
Mönks, F.J, dkk. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2006
Roucek, Joseph. Pengantar Sosiologi. Jakarta : PT. Bina Aksara, 1984
Sugono, Dendy. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional, 2008




Referensi Media Massa
Cahyaningrum, Nur. (2013). “Karya Ilmiah tentang Kenakalan Remaja” diunduh dari (http://makalahsekolah.wordpress.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Maltinus, Helmansyah. (2012). “Kenakalan Remaja dan Dampaknya Bagi Masa Depan Bangsa” diunduh dari (http://elmhanzhelman.blogspot.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Mtcdempet. (2011). “Karya Tulis Ilmiah Masalah Remaja” diunduh dari (http://mtcdempet.wordpress.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Riyan, Anwar. (2012). “Bagaimana Mengatasi Kenakalan Remaja?” diunduh dari (http://anwarriyants.wordpress.com/) pada tanggal 6 Ok tober 2013.
UNICEF Indonesia. (2009) “Satu Kesalahan, Anak Kehilangan Masa Depan” diunduh dari (http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3191.html) pada tanggal 6 Oktober 2013.



[1] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isolasi adalah pemisahan suatu hal dari hal lain atau usaha untuk memencilkan manusia dari manusia lain; pengasingan; pemencilan.
[2] Afeksi adalah istilah lain dari kasih sayang; perasaan-perasaan dan emosi.
[3] Residivis adalah orang yang pernah mendapat hukuman penjara dan yang mengulangi tindak kejahatan yang sama
[4] Disposisi merupakan pendapat seorang pejabat mengenai urusan yang ada dalam suatu surat dinas, yang dituliskan pada surat yang bersangkutan atau pada lembar khusus
[5] Preventif berarti bersifat mencegah (supaya jangan terjadi)
[6] Kuratif adalah menolong menyembuhkan (penyakit dan sebagainya); mempunyai daya untuk mengobati
[7] Represif adalah suatu tindakan yang bersifat menekan, menahan, atau mengekang
[8] Konsolidasi adalah memperteguh atau memperkuat (perhubungan, persatuan, dan sebagainya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar